Adiksi dalam Pertemuan #1

Aditya Pratama Putra
3 min readAug 19, 2020

--

Manusia, Sosial dan Percakapan, berisik dalam sunyi, dua hal yang sangat bertolak belakang namun juga sangat berkaitan, kadang dalam diam gua selalu merasa berisik bahkan kadang tertekan, ya, tertekan saat diam, bukan karena tanpa suara, bukan juga karna situasi, tapi pada atmosfir yang menyerang fokus untuk selalu mencari permasalahan, kadang dalam diam kita jadi lebih punya banyak waktu untuk memikirkan masalah-masalah yang sebenarnya tidak perlu kita takuti, namun kadang kita lebih siap untuk menghindar dari masalah dibanding dengan menghadapinya. itu juga kiranya yang sering gua alami akhir — akhir ini, gua jadi terlalu adiktif dengan pertemuan, demi untuk menghindari kesunyian. padahal sunyi adalah one of my best friend di masa lalu,

oke kembali ke adiksi dalam pertemuan, kalian pasti aware kalo semua orang rasanya butuh teman ngobrol, sebagian untuk melepas penat, sebagian untuk mencari insight namun kebanyakan tidak jauh dari ngomongin orang. ngobrol adalah cara yang paling mudah untuk menghabiskan waktu, kedua terbaik setelah tidur tentunya. namun begitu gak semua orang bisa menyikapinya dengan serius, ya ngobrol adalah ngobrol gak ada yang serius tentang itu, akhir — akhir ini gua kepikiran untuk menganalisa salah satu alasan kenapa ngobrol bisa jadi salah satu hal yang membuat kita ketagihan, Analisa ini diambil dari subjek gua sendiri. gua adalah orang yang sangat senang keramaian dari dulu gua punya hobby untuk tamasya ke tempat yang banyak orang nya, nah disini poin menariknya, gua suka keramayan tapi bukan dalam circle gua artinya gua seneng berada dalam keramayan bukan bagian dari keramayan itu sendiri, kenapa karena gua suka ketika melihat banyak orang dan mendengar frekuensi abstrak yang mengisi kepala gua, pada saat itu terasa seperti gua bisa hilang dan gak ada orang yang sadar dan hal tersebut membuat gua sadar bahwa dunia ini besar dan betapa gak penting nya gua di dunia yang besar ini, sound very depresed right? hal itu berlangsung sangat lama dalam diri gua, sampai pada situasi dimana gua di pertemukan dengan orang lain, orang yang berbeda dan orang merubah perspektif fikir gua sampai saat ini, orang itu gua temui di salah satu bangku di jalan asia afrika, dan kejadain ini sudah sangat lama. ketika itu seperti biasanya gua sedang menikmati bunyi suara mobil bercampur lantunan lagu dari pengamen jalanan, sampai pada saat seorang pria paruh baya datang sambil menawarkan barang dagangannya, yang unik ia membuka percakapan itu dengan bahasa inggris, “Hello, are the seat was taken? karena bingung gua jawab aja pakai bahasa indonesia, “oh, enggak pak silahkan” jawab gua, setelah itu mulailah dia duduk di samping gua dan kita mulai ngobrol “are you a student son?” tanya beliau. disini gua sudah mulai meladeni dengan bahasa inggris, “ Yes sir, im a student in one of the university here in bandung”, Great, what is your major then?. “i studied desain especially in marketing and advertising sir”, jawab gua. singkat cerita kita ngobrol dalam durasi yang cukup lama untuk ukuran orang yang baru banget ketemu, disni gua gak akan menjelaskan barang apa yang akhirnya dia jual, karena itu bukan poin yang mau gua share, intinya selesai kita ngobrol banyak banget hal baru yang gua dapet pada waktu itu, terutama dalam pendidikan dan persistensi, gua kuliah di advertising pada saat itu dan gua rasa 30 menit ngobrol dengan bapak tadi jauh lebih banyak ilmu marketing yang gua dapet dibanding dengan satu semester gua kuliah di kampus, dampak ini yang membuat gua terbuka akan betapa besarnya dampak ngobrol dalam pengembangan diri kita, dan mungkin pada momen itulah gua menemukan adiksi dalam pertemuan.

sampai cerita diatas gua sama sekali gak sadar kalo gua sudah menjadi pecandu, sampai akhir-akhir ini gua merasa ada banyak sekali masalah yang ada dan gua alami saat ini, hidup ko makin sulit yaa? sebenernya pada poin ini gua sadar bahwa masalah bertambah memang sudah kodratnya dan memang bagian dari pengembangan hidup, tapi ada satu hal yang membuat gua sadar kalo apa yang gua rasakan sekarang mungkin ada kaitannya dengan jarangnya gua bertemu dan ngobrol sama orang-orang kaya dulu, sekarang gua cenderung menghindar atau takut untuk memulai percakapan, mungkin ada aspek traumatik dalam subjektifitas gua memilih teman ngobrol sampai gua lupa bahwa ngobrol adalah kebutuhan setiap orang dan gak mungkin gua gak dapet sesuatu dari ngobrol sama orang. alhasil sang pecandu kini tengah sakau.

Terimakasih

--

--